
(Foto: dailymail)
Tes saliva diklaim lebih mewakili banyaknya jumlah hormon sehingga cocok untuk mengetahui kondisi hormon seseorang. Tapi kekurangannya kadang perlu beberapa kali tes karena orang mengalami turun naik kadar hormonnya.
Misalnya, saat mendekati masa menopause, perempuan akan mengalami berbagai gejala akibat adanya penurunan kadar estrogen.
Sedangkan pada laki-laki pada kondisi andropause mengalami kekurangan testosterone yang disertai dengan kelelahan, kehilangan massa otot serta penurunan kepadatan tulang.
Nah, untuk menentukan perawatan yang tepat dengan kondisi hormon seperti itu bisa melakukan tes saliva. Pengujian ini bisa menentukan misalnya hormon seks apa yang mengalami penurunan dan membantu dokter menentukan jenis dan dosis untuk menggantikan hormon yang berkurang.
Tes saliva ini bisa dilakukan di rumah dengan meletakkannya di dalam wadah lalu mengirimkannya ke laboratorium. Tapi terkadang seseorang harus mengambil sampel beberapa hari atau beberapa kali dalam sehari, hal ini dikarenakan kadar hormon bisa bervariasi pada waktu-waktu tertentu.
"Meski demikian studi yang dilakukan belum cukup untuk menentukan arti dari tes saliva ini. Konsep ini sendiri sebenarnya tidak cacat tapi belum bekerja dengan baik untuk membuatnya mendekati valid," ujar Nanette Santoro, ketua obstetric dan ginekologi dari University of Colorado di Denver, seperti dikutip dari Wall Street Journal, Rabu (2/6/2010).
Beberapa ahli menuturkan tes ini memberikan representatif yang lebih baik untuk mengukur kadar hormon dibandingkan dengan tes darah. Karena hormon masuk ke dalam air liur melalui pembuluh darah yang berada di dekat kelenjar ludah.
Dokter biasanya akan mengobati defisiensi hormon dengan menggunakan dosis rendah dari hormon yang bermasalah dan meningkatkannya agar tidak timbul gejala.
Sebuah arrtikel Clinical Chemistry 2008 menyimpulkan bahwa tes saliva telah terbukti dapat diandalkan untuk beberapa tujuan seperti diagnosis sindrom Cushing atau gangguan kortisol yang terlalu tinggi.
Tapi ahli biologi di University of Erlangen-Nornberg, Jerman Michael Groschl meragukan hasil tes saliva ini. Menurutnya dibutuhkan lebih banyak studi untuk membuat tes ini menjadi cara diagnosis yang bisa diandalkan.
"Kita perlu standarisasi cara, sama halnya seperti mendiagnosis dengan sampel darah. Karena metode yang berbeda bisa memberikan hasil berbeda pula meskipun berasal dari sampel yang sama," ujar Dr Groschl.
Meski demikian beberapa ahli sudah menggunakan metode ini untuk diagnosis beberapa kondisi, walaupun masih menjadi kontroversi mengenai standarisasinya.
{ 0 komentar... read them below or add one }
Posting Komentar